Header Ads Widget

Menunggu Fajar Datang ( Part 2)



Mentari yang memberikan semangat

Hari ke-3 

Si kucing mulai memukul-mukul wajahku dengan kaki imutnya hingga aku terbangun. Ku kira matahari sudah bersinar terang, ternyata hari masih gelap. Aku pun tak bisa tidur dan ku nyalakan api agar kami tidak kedinginan. Saya hanya bisa duduk  termenung memandangi lautan lepas. Setelah ku pikir, pulau ini pernah ku lalui saat kami sedang mencari ikan, tapi pulau ini sangat jarang di lalui oleh nelayan apalagi kapal besar.

Iya, aku hanya bisa duduk menunggu pagi, tapi aku sangat khawatir pada teman-temanku yang sampai sekrang belum ada kabarnya, walaupun aku juga belum terdengar kabarnya di rumah.  Semoga mereka baik-baik saja" ucapku pada diriku sendiri. 

Namun perasaan itu semua tiba-tiba teralihkan oleh sebuah karya indah yang Tuhan berikan di tengah cobaan yang ku alami. "Matahari fajar" aku tak bisa berkata apa-apa, aku hanya bisa memandangi indahnya dan tak ingin teralihkan oleh apapun. Dia naik perlahan-lahan memberikan warna pada hitamnya malam. Membelah awan dengan sinarnya yang kuning, hingga kehangatan yang ku terima terasa menghapus sedih dalam hatiku. Tak pernah kualami hal seperti ini seumur hidupku !

Untuk beberapa saat aku terbawa suasana yang begitu indah tersebut. Tak terasa pagi telah tiba dan aku kembali termenung. Apa lagi yang harus ku lakukan kali ini ? 

Aku harus berusaha !

Aku mengumpulkan batu-batu di pinggir laut dan membentuk kata "Help" yang sangat besar dengan harapan ada sebuah pesawat atau helikopter yang lewat dan membaca tulisan tersebut.

Setelah itu aku masuk ke hutan untuk mengumpulkan kayu bakar yang banyak, agar saat malam aku bisa membuat api unggun yang sangat besar sehingga jika ada kapal yang lewat mereka akan melihatnya. 

Setelah kayu bakar terkumpul aku bergegas ke pantai. Setibanya di pantai, aku sangat kaget karena tulisan yang aku buat rusak semua. Tebak siap pelakunya? Si kucing! Saat aku datang pun dia masih bermain mengacak-ngacak tulisan yang sudah ku buat. Aku pun harus menyusun ulang tulisan tersebut.

Sebelum siang tiba aku berusaha mencari kerang dan kepiting seperti sebelumnya. Kali ini si kucing menjadi teman berburu, walaupun teman berburu yang sangat buruk. Tapi setidaknya saya tidak sendiri. Kali ini saya harus menangkap lebih banyak karena saya juga harus memberi makan keluarga baruku. Si kucing !

Sebelum masuk tengah hari kami kembali dengan tangkapan yang cukup banyak. Sesampainya saya langsung membuat api untuk membakar tangkapan kami. Tapi keadaan kembali memburuk karena ulah si kucing yang merusak tempat untuk menyimpan tangkapan kami dan buruan kembali hilang karena si kucing, aduuhh !!

Dengan berat hati aku harus kembali mencari kepiting lagi, capeeekk!!!

Kali ini aku simpan si meong di pondok agar tidak mengacau lagi. 

Kembali mencari dan setelah terkumpul aku kembali untuk membakar buruan kedua ini. Setelah matang aku makan dengan lahap karena sudah terlalu lapar. Iya, si kucing juga ikut makan !

Setelah makan,  aku istirahat merebahkan badan di atas daun-daun hijau yang dingin, ditemani angin yang mendayu, di intip sinar mentari melalui lubang-lubang atap yang terbuat dari daun hijau. Aku berharap saat aku bangun aku sudah berada di kasur empukku yang dulu,  hingga tak sadar aku pun tertidur.

Aku kembali terbangun di ujung hari yang panasnya mulai memudar, sinarnya mulai menghilang, bayang-bayang mulai berkeliaran dan aku masih belum lagi berada di rumahku.

Kemana perginya si kucing? Tanyaku.

Merasa si kucing belum lagi terlihat aku coba mencari di sekeliling pondok, tapi dia belum juga terlihat. Aku berpikir untuk mencarinya dengan menyususri bibir pantai. Iya, kebetulan aku belum pernah menyusuri bibir pantai ini. 

Belum aku mulai mencari, eh si kucing sudah ada saja di belakang ku. Hari pun sudah mulai gelap, akhirnya aku menurunkan niatku untuk menyusuri pantai dan aka tunda hingga besok. 

Gelap malam kembali menemani kami yang seharian terlalu lelah karena si kucing yang selalu mengacau. Sperti biasa kami makan dan kembali mengobrol dengan suasana yang masih bersahabat. 

Masih dalam gelap saat aku terus memikirkan mengapa ini terjadi. Apakah ini musibah, ujian, cobaan atau mungkin ini hukuman yang Tuhan berikan padaku. ku hanya berdoa agar apabila ini cobaan semoga cepat berlalu, apabila ini hukuman semoga dapat menghapus dosaku.

Melihat keadaanku saat ini, aku merasa bagaikan kelinci di tengah hutan yang lebat tak di harapkan semua makhluk dan hanya bisa berusaha bertahan dari ancaman predator. Iya, seperti itu !

Tapi masih belum saatnya menyerah, meskipun sedikit diantara puluhan persen dari 100 persen bantuan akan datang. Aku hanya harus menguatkan hatiku agar tidak goyah akan bisikan kepasrahan.

Tak sadar, ternyata aku telah melewati setengah jalan dari malam yang begitu panjang ini. Aku pun tak ingin tidur lagi dan ingin menunggu fajar yang akan datang.

Kucing yang tuhan berikan ini masih saja mau menemaniku, meskipun ulahnya kadang membuatku cukup pusing. Namun, dia seakan sudah menantikan kedatanganku dan sepertinya dia sudah terlalu lama sendiri. Sebab awal kulihat, kucing ini begitu kurus dan bulunya tak terurus karena harus bertahan di tengah kesendirian di alam yang misterius ini. Kubiarkan dia tetap tertidur di pangkuanku, dia terlihat sangat menikmati tidurnya.

Bintang malam ini begitu indah mengelilingi bulan yang yang terus dalam kesendirian. Mereka seakan menghibur bulan yang tak kunjung menemukan pasangan. 

Hari pun semakin menunjukkan sisinya yang dingin, aku merasakan tubuhku gemetar tapi tak tega melepaskan si kucing yang tertidur dengan lelapnya.

Namun dalam sekejap dingin itu berubah menjadi kehangatan yang sudah ku tunggu dari tadi. Matahari kembali menunjukkan warnanya yang memberi semangat. Ah, sungguh indah.

Posting Komentar

0 Komentar

Entri yang Diunggulkan

Keluh kesah orang awam ditengah belenggu covid-19 | Pucuk Bacaan