Header Ads Widget

Menunggu Fajar Datang (Part 3)



Misteri orang di balik tebing

Hari ke-4

Tak begitu lama keindahan itu ku nikmati, titik-titik hujan berbaris rapi menyayat keindahan yang sedang aku saksikan. Sialnya atap daun ini tak bisa meghentikan air hujan yang berusaha masuk lewat celah-celah daun yang sangat sempit. Pada akhirnya aku harus rela membiarkan air hujan membasahi seluruh tubuh ini. Tak terkecuali si kucing.

Kami pun hanya bisa pasrah menahan dinginnya air hujan yang diperparah angin yang cukup kencang. Tubuh kami gemetar akibat dinginnya suasana saat itu. Saat itu, kurasa waktu berjalan begitu lambat, mentari tertutup awan hitam, kabut merambah ke semua penjuru yang ada di seluruh pulau ini.

Di tengah rasa dingin yang mencekam itu, aku kembali teringat masa-masa dimana aku bisa duduk dengan tenang di rumah saat hujan, menutup tubuhku dengan selimut saat dingin, mengeluh saat hujan menghalangi rencana perjalananku. Mungkin ini pelajaran yang tuhan berikan padaku agar aku selalu bersyukur dan tak mengeluh dengan keadaan yang aku alami. 

Kami masih bertahan di tengah dinginnya hari saat itu !

Tak berapa lama suasana dingin itu sudah berlalu, sinar-sinar matahari membelah awan gelap hingga kehangatan kembali terasa meskipun pakaian dan badan ini masih basah, setidaknya tak lagi ada resah karena suasana yang terlalu dingin. Syukurlah semua kembali semula !

Sudah berapa hari ini saya hanya bisa menggunakan baju yang sama, tak ada lagi stok baju walaupun aku ingin. Tubuhku terasa gatal karena tak lagi kubersihkan badan ini dengan sabun. 

Saya harus menyusuri pantai ini" pikirku. Sebelum itu saya harus menghangatkan badan pada panas mentari yang sayup-sayup. Si kucing juga mengibaskan bulu-bulunya untuk mengeringkannya. Matahari pun sudah mulai memberi cahayanya yang panas dan menyingkirkan kabut yang menyelimuti pantai. Setelah cukup kering aku memutuskan untuk segera menyusuri pantai ini. Iya, si kucing juga ikut! 

Tetap kupegang pisau ini untuk berjaga-jaga atas hal yang tak terduga. Aku mulai dari arah utara menuju ke sebelah tebing yang menjulang ke laut. Tebing itu melengkung sehingga kami bisa lewat di bawah tebing tersebut. Mungkin saja bangkai kapal kami ada di sana. Saat menyeberangi kolong tebing, ku gendong si kucing karena harus melewati air laut. Setelah sampai di sebelah tebing itu ku terpukau akan pemandangan pantai yang begitu indah. Mungkin saja belum ada yang pernah ke sini sebelumnya" pikirku.

Pantai tersebut memiliki pasir yang putih, air laut yang berwarna biru muda dan dikelilingi pohon-pohon bakau sehingga terlihat seperti sebuah karya seni Tuhan yang sangat indah. 

Setelah beberapa saat ku perhatikan pantai indah tersebut aku tersadar tak ada bangkai kapal di sana. Namun, mataku tertuju pada ujung pantai tersebut. Aku seperti melihat ada bekas ada tumpukan kayu yang hangus terbakar dan belum lama padam di sana. Kami coba mendekati dan tenyata itu memang bekas perapian. Melihat perapian tersebut, sepertinya ini belum lama dibuat. Mungkinkah ada orang lain di sini ? Mungkin dia bisa membantuku untuk keluar dari pulau ini.

Sudah cukup lama aku menunggu, matahari pun sudah naik cukup tinggi, aku harus segera mencari bahan makanan. Jadi, aku harus kembali ! Namun sebelum kembali aku menuliskan sesuatu di atas pasir dekat perapian itu, aku menuliskan lokasi kami yang berada di sebelah tebing dengan harapan dia akan datang ke tempat kami.

Kami pun kembali ke pondok kecil yang sudah lama menemaniku. Saat sampai aku langsung ke tempat yang biasa kami datangi untuk mencari persediaan makanan. Selama mencari persediaan makanan saya terus memikirkan orang yang ada di balik tebing itu. Mengapa dia bisa ada di sini? Apakah dia terdampar juga? Ahh, pusing !!

Setelah terkumpul aku langsung pulang, membakar beberapa kepiting dan makan. Tak mampu menahan rasa penasaran, akupun langsung kembali ke tempat perapian tadi. Sesampainya di sana aku memandang sekitar namun masih belum ada tanda-tanda orang itu kembali. Haruskah ku tunggu dia sampai dia kembali ?" 

Hari mulai gelap tapi aku belum tau siapa orang yang membuat perapian ini. Aku masih di sana saat matahari terhalang gunung-gunung tinggi dan laut sudah tak sebiru sebelumnya. Aku akan datang lagi besok" pikirku !

Aku kembali dan si kucing sudah menunggu di pondok. Malam pun tiba, namun rasa penasaran ini belum lagi berhenti berdenyut di pikiranku. Mungkin karena aku berharap dia bisa membantuku pulang. Tapi, apa mungkin? 

Kalau dia datang menggunakan perahu berarti aku harus menunggu selama beberapa hari, karena pulau ini sulit untuk dikunjungi setiap hari dan butuh waktu beberapa hari untuk tiba di sini. Kalau dia juga terdampar pasti dia akan datang ke sini" pikirku. Sepanjang malam pikiranku tidak tenang karena tempat orang misterius itu. 

Saat aku melihat ke arah laut aku melihat cahaya kapal yang sangat jauh. Mungkinkah mereka sudah melupakanku?. Aku sudah mulai merasakan kerinduan kepada orang tuaku, dadaku terasa sesak dan aku akhirnya tak dapat menahan tangisku, saat itu aku pun menangis sekeras mungkin. Air mataku terus saja mengalir keluar.
 
Apakah aku akan mati di sini? Mengapa mereka tak berusaha mencariku? Apakah aku sudah tak dirindukan? Mungkin ini, mungkin itu.

Semua pertanyaan itu terus membayang di pikiranku. Aku keluarkan semua kekesalan itu dengan tangisan yang tak lagi dapat ku bendung. Aku merasa semua yang kulakukan adalah sia-sia.

Akhirnya aku tertidur karena terlalu lelah mencurahkan isi hatiku pada alam yang yang selalu setia mendengarkan apa yang kucurahkan. 

Malam yang sebelumnya menakutkan kini menjadi sahabat setia yang selalu siap menemani dikala hati sedang gundah, menampung semua kekesalan yang kukeluarkan saat aku sedang resah.





Posting Komentar

0 Komentar

Entri yang Diunggulkan

Keluh kesah orang awam ditengah belenggu covid-19 | Pucuk Bacaan