Header Ads Widget

Menunggu Fajar Datang (Part 5)



Malam yang mengerikan

Hari ke-6

Berapa lama aku tertidur ? Kutanya pada diriku sendiri. Ternyata hari sudah hampir siang, aku belum lagi bisa bangkit dari tempatku untuk mencari makanan. Dimana si kucing pergi ? Tanyaku. Mungkin dia sudah tak betah tinggal denganku karena saya sudah tidak lagi memberi dia makan. Tapi, aku cukup sedih bila memang dia tidak lagi mau datang karena selama ini dialah yang terus setia menemaniku. Aku hanya bisa pasrah memikirkan kepergiannya.

Aku hanya  bisa berbaring dan tak bisa berbuat apa-apa. Tapi tak lama kemudian aku melihat si kucing datang, dia juga membawa seekor kepiting yang cukup besar di mulutnya. Ternyata selama ini dia berusaha mencari makanan buatku. Aku dengan tangan dan kaki yang masih sakit mencoba untuk menyalakan api dengan kayu bakar yang tersisa. Setelah itu kepiting yang ia bawa langsung kami bakar, setelah matang aku potong menjadi dua bagian, aku masih bisa makan sekarang" pikirku. Aku tak bisa lagi berkata apa-apa, tanpa si kucing mungkin aku akan menjadi bangkai di sini.

Aku dengan tanganku satu lagi yang masih bisa kugerakkan, coba untuk mengurut kakiku yang terkilir, tak ada cara lain, aku harus menahan sakit ini agar aku bisa bertahan. Sedikit demi sedikit, sakit yang terus memanggil, semakin ku tahan semakin kurasakan sakitnya. Terlebih aku harus membuat sendiri rasa sakit itu untuk memperbaiki kaki yang terkilir ini. 

Aku sudah cukup banyak mengeluh, tapi hanya itu cara agar sakit, gelisah, semua yang kurasakan bisa ku sampaikan dan tak terus terpendam dalam hati. Walaupun tak ada solusi yang aku dapatkan.

Sekarang aku hanya bisa berusaha bertahan. Tak ada yang tahu apakah aku bisa bertahan atau tidak kecuali Tuhan yang maha mengetahui segala sesuatu. Mungkin sekarang mereka sedang sibuk mencariku atau mungkin sekarang mereka sedang mendoakan jasadku. Iya, semua kemungkinan itu bisa saja terjadi.  Apakah mereka tak ada yang berpikir bahwa kami akan terdampar di pulau ini? Mengapa tak ada satupun kapal yang mendekati pulau ini? Bekas api di sebelah tebing itu pun tak lagi ketahuan penghuninya. Ditambah lagi teman-temanku yang hanyut bersamaku sudah tidak ada kabarnya.

Hari semakin panas dan kaki ku sudah sedikit berkurang rasa sakitnya karena pijatan yang aku lakukan tadi. Tapi masih belum bisa untuk bergerak aktif. Sedikit lagi" pikirku sambil terus memijat kaki ini. Setelah merasa sakitanya sudah berkurang aku mencoba untuk berdiri dan melangkahkan kaki ku sedikit demi sedikit. Aku harus bisa berjalan jika ingin tetap bertahan hidup di sini.

Sepanjang hari aku hanya melatih kakiku agar terbiasa berjalan. Jika ini di rumah sakit mungkin dokter akan memarahiku karena tidak istirahat, karena yang seperti ini biasanya butuh waktu beberapa minggu hingga beberapa bulan untuk bisa berjalan normal, namun keadaan kali ini begitu berbeda dan harus kupaksakan, aku pasien sekaligus dokternya di sini.

Hari sudah sore, sinar mentari sudah mulai memudar, aku merasa seperti demam karena harus memaksakan diri dan terus menahan rasa sakit ini. Tanganku kembali mengeluarkan darah karena terjatuh akibat melatih kakiku untuk berjalan. Entah apa yang harus kulakukan, aku tak pernah belajar tentang obat-obat herbal yang biasa digunakan oleh orang tua di zaman dulu.

Aku pikir kita akan kembali berpuasa malam ini, aku kembali ke pondok yang beralaskan daun itu untuk istirahat. Malam ini terasa lebih dingin dari hari sebelumnya, awan menutupi lagi keindahan langitnya, laut semakin terlihat hitam, tak ada lagi sinar rembulan yang menemani. Rasa takutku kembali lagi kali ini, walaupun si kucing tetap bersamaku, namun kali ini lebih dari sebelumnya, malam yang sangat mencekam kurasa. Aku merasa ada yang terus mengawasiku, malam sudah larut namun aku masih belum tidur dan terus dikendalikan oleh rasa takutku. Aku terus memperhatikan sekitar, namun hanya kabut yang menjadi pemandangan yang dapat kulihat. Entah anjing atau serigala, tapi suaranya sangat menyeramkan, suara itu berasal dari hutan dan terus berlanjut. Mataku terlalu takut untuk terpejam.

Entah kenapa si kucing tiba-tiba terus mengeong dan terus melihat ke arah hutan, mungkin ada yang dia lihat atau dia merasa ada yang sedang kemari, itu membuatku tambah takut. Aku mengambil pisauku dan berjaga-jaga jangan sampai ada sesuatu. Tapi tubuh tak bisa menyembunyikan ketakutannya, aku merasa tubuhku gemetar dan kurasakan kakiku tak dapat kugerakkan. Aku seakan berada di alam lain karena hanya kabut dan perasaan mengerikan yang bisa kurasakan. 

Aku mulai mendengar langkah kaki dari berbagai arah yang menuju kearahku, siapa di sana ! Tak ada yang menjawab, namun aku mendengar dengan pasti suara-suara langkah kaki itu, begitu juga si kucing dia terus mengeong karena ketakutan. Aku sangat takut dan bingung karena tak melihat apapun selain kabut dan langkah kaki itu seakan kian mendekat dan semakin mendekat. Aku terus memanggil siapa di sana ! Siapa di sana ! Tubuhku tak henti-hentinya gemetar dan kurasakan kakiku tak dapat kugerakkan entah karena terlalu takut atau seperti ada yang menahannya. 

Mataku mulai tak karuan arahnya, entah kemana mataku melihat. Sesuatu seperti menunjukkan dirinya, apakah itu hewan? Ku harap itu memang hewan, tapi ukurannya cukup besar, mungkin gorila ? Kalau gorila apa yang harus kulakukan, apakah aku harus lari? Tapi kalau itu bukan gorila lantas apa itu? Apakah itu hantu? Tapi kalau itu hantu, apa yang harus kulakukan? Ahh pikiranku sudah tak karuan.

Namun sama saja, kakiku masih susah kugerakkan, tanganku juga masih sangat sakit. Hanya ada kepasrahan yang di dalamnya melekat rasa takut tak terhentikan. Sesuatu terus mendekat, aku mulai melihat sepertinya itu seseorang dengan tubuh yang sangat besar namun aku belum lagi melihat wajahnya, mungkin di halangi oleh kabut" pikirku menenangkan diri. Dia semakin mendekat, lebih jelas lagi ku lihat ternyata memang dia tak memiliki kepala. Aku sangat ketakutan hingga tenggelam dalam rasa takut yang membuatku tak sadarkan diri. Mungkin aku akan mati !



Posting Komentar

2 Komentar

Entri yang Diunggulkan

Keluh kesah orang awam ditengah belenggu covid-19 | Pucuk Bacaan